Ketika memutuskan untuk mengundurkan diri dari pekerjaan yang sekarang, pasti Anda telah memiliki tujuan tersendiri, yaitu ingin memulai petualangan baru di luar sana demi mendapatkan peningkatan karier dan penghasilan. Yang pasti kemanapun nantinya Anda akan mengakhiri petualangan, reputasi serta hubungan dengan rekan kerja yang baik harus diutamakan.
Berikut adalah beberapa cara yang bisa dilakukan agar memiliki kesan yang baik ketika memutuskan untuk mengundurkan diri dari sebuah pekerjaan.
* Apapun yang terjadi, tetap tunjukkan profesionalisme
Walaupun Anda harus pergi dalam keadaan yang tidak menyenangkan, tunjukkan sikap profesionalisme dalam proses resign. Karena orang akan mengingat apapun yang tidak Anda tangani dengan baik ketika akan berhenti dan ini akan menghantui Anda nantinya. Perlakukan orang lain dengan penuh hormat dan jangan membicarakan hal-hal negatif tentang atasan. Karena para rekan kerja ini adalah network Anda di masa depan.
* Pengalihan tanggung jawab
Buat rencana peralihan pekerjaan, termasuk rekomendasi tentang hal-hal penting dari pekerjaan beserta jadwalnya. Jangan sengaja datang terlambat, berbasa-basi untuk mengikuti meeting lalu menghabiskan waktu dengan mengobrol bersama rekan-rekan kerja, karena telah mengajukan surat pengunduran diri. Jangan lupa juga untuk menawarkan bantuan apabila ada pertanyaan penting yang harus diajukan oleh para rekan kerja, bahkan ketika Anda sudah benar-benar keluar dari kantor tersebut.
* Hargai orang lain
Ketika telah mengumumkan soal pengunduran diri, pastinya Anda akan menerima banyak ucapan baik secara langsung maupun lewat email yang berisi ucapan selamat tinggal dan terima kasih. Beri respon dengan mengirimkan ucapan terima kasih kepada setiap orang yang mengirimkannya. Dan jangan lupa juga untuk menghargai rekan-rekan yang ingin mengadakan farewell party untuk Anda sebelum pergi meninggalkan mereka.
* Akhiri dengan manis
Selama minggu terakhir, kirimkan note yang berisi ucapan selamat tinggal dan juga terima kasih untuk semua rekan-rekan kerja atas semua dukungannya selama ini, dan beri highlight untuk hal-hal yang sangat Anda hargai dari perlakuan perusahaan selama ini pada Anda. Jangan lupa juga untuk memberikan nomor telepon yang bida dihubungi untuk bisa tetap menjalin hubungan dengan para rekan untuk menjaga networking.
Pastinya, ketika membuat keputusan untuk mengundurkan diri, bukan tidak mungkin akan memberikan pengaruh terhadap emosi yang bercampur-campur. Ketika ada sebuah ketertarikan terhadap kesempatan baru, disana juga akan ada kesedihan, ketika harus meninggalkan rekan-rekan kerja dan teman-teman baik, apalagi jika Anda sudah berkerja dalam kurun waktu yang lama. Ingat, tujuannya adalah untuk memelihara hubungan baik, menjaga reputasi dan memberikan kesan baik sebelum mengundurkan diri.
Sumber :http://www.untukku.com/artikel-untukku/etika-mengundurkan-diri-dari-pekerjaan-untukku.html
Selasa, 31 Maret 2009
Etika Mengundurkan Diri
Etika Bekerja ditempat baru
Wawancara sudah dijalani, pekerjaan baru sudah didapat. Hari pertama bekerja sudah di depan mata. Tak jarang, perasaan gugup datang karena memikirkan apa yang akan dialami di kantor baru nanti. Persiapan memang perlu, tapi yang juga penting adalah performa Anda di sana.
Agar proses adaptasi berjalan sukses, langkah-langkah berikut ini bisa dipraktikkan.
1. KESAN Berikan kesan yang baik dan bersikaplah ramah. Kalau atasan tak punya waktu untuk memperkenalkan Anda pada orang-orang di kantor, Anda bisa melakukannya sendiri. Lakukan tanpa berlebihan. Jabat tangan mereka dengan hangat dan sebutkan nama Anda, sambil tersenyum.
2. BERGOSIP Kalau rekan kerja Anda mulai bergosip tentang atasan Anda atau orang yang Anda gantikan posisinya, abaikan saja. Balas obrolannya dengan senyum, jangan bertanya lebih lanjut meski Anda sangat penasaran dengan kelanjutan ceritanya. Selain tidak etis, Anda sendiri belum tahu "peta" hubungan antar rekan kerja di kantor baru.
3. RAJIN Kerjakan semua tugas dengan baik dan semangat tinggi. Selebihnya, biarkan atasan Anda menilai. Kalaupun kinerja Anda membuat keuntungan perusahaan meningkat, tak perlu mengatakan hal itu pada atasan untuk mendapatkan kenaikan gaji.
4. KERJASAMA Gunakan prinsip sedikit bicara banyak bekerja. Jangan sungkan bertanya kalau memang tak tahu. Kalau rekan kerja berinisiatif membantu ketika Anda mengalami kesulitan mengerjakan hal-hal baru, tak ada salahnya diterima. Selain bisa memakan waktu lebih lama dari seharusnya, menolak bantuan akan membuat mereka menduga Anda tak suka bekerjasama sebagai bagian dari tim.
5. MEMBANDINGKAN Meski Anda tidak sreg dengan cara kerja kantor baru Anda yang lebih lambat dari kantor lama, simpan saja perasaan itu dalam hati. Membanding-bandingkan kantor lama dengan tempat Anda bekerja sekarang akan membuat sebal rekan-rekan di kantor baru. Mereka akan heran mengapa Anda memilih pindah kerja, kalau di kantor lama terlihat lebih baik dalam berbagai hal.
6. KOMUNIKASI Kalau Anda punya bawahan di kantor baru, segera koordinasikan hal-hal yang berhubungan dengan pekerjaan. Cari cara yang paling tepat untuk berkomunikasi dan bekerjasama dengannya. Misalnya, adakan rapat seminggu sekali dengan mereka. Ingat, Anda harus disiplin mengadakan rapat. Dengan demikian, mereka juga menanggapinya dengan serius.
7. TUJUAN Memiliki tujuan yang ingin dicapai sangatlah penting. Buat tujuan yang ingin Anda capai, lalu kemukakan pada atasan. Evaluasi secara berkala, sejauh mana pencapaian Anda. Buat tujuan-tujuan baru dalam jangka waktu tertentu, misalnya setiap enam bulan sekali.
8. SUKARELA Tak ada salahnya menawarkan diri ikut terlibat dalam proyek baru di luar tugas utama Anda. Ini bisa menambah nilai kerja Anda. Namun, lakukan ini hanya bila Anda mampu menyelesaikan tugas utama tepat waktu dan mengerjakan tugas tambahan ini dengan baik. Kalau tidak, pekerjaan tambahan justru jadi bumerang buat Anda.
9. TELITI Taati aturan menggunakan internet dan komputer yang berlaku di kantor baru Anda. Bila Anda memiliki blog, hati-hati memilih kata saat curhat tentang kantor baru Anda di blog. Anda tak ingin dipecat gara-gara masalah ini, bukan? Mengirim email juga perlu etika. Jangan memberi judul dengan kata-kata yang tidak etis ketika mengirim email berisi laporan yang tidak Anda sukai. Periksa kembali email yang akan dikirim ke klien, untuk menghindari kesalahan.
10. SAMA RATA Jangan meremehkan rekan kerja atau bawahan Anda. Belum tentu mereka serendah yang Anda duga. Membandingkan mereka dengan rekan-rekan kerja di kantor lama dapat menimbulkan sikap subyektif yang tak diperlukan.
11. UP DATE Meski berprestasi karena mengerjakan tugas-tugas di kantor dengan baik, terus perbarui pengetahuan dan wawasan tentang pekerjaan Anda. Berlangganan majalah, ikut milis, seminar dan membaca buku-buku yang berhubungan dengan pekerjaan Anda akan sangat membantu. LIL
Sumber :http://www.indofamily.net/index.php?option=com_content&task=view&id=534&Itemid=39
Etika Wawancara
Wawancara adalah penilaian yang paling subyektif dan sulit ditebak lulus tidaknya. Seringkali kita yakin lulus, ternyata tidak lulus. Banyak faktor yang memengaruhi lulus tidaknya kita dari sebuah wawancara. Salah satunya adalah etika atau sopan santun pada saat wawancara berlangsung. Kita sering lupa bahwa kepintaran tidaklah cukup untuk menjadi PNS yang baik, tetapi juga memerlukan integritas moral dan etika yang tercermin saat wawancara berlangsung. Berikut ini beberapa tips saat mengikuti ujian wawancara:
1. Berpakaian dan Penampilan Rapih
kesan pertama sangat menentukan pada saat wawancara akan berlangsung. Begitu Anda masuk ke ruangan pewawancara, yang pertama terlihat adalah cara berpakaian dan penampilan Anda. Memang tidak ada aturan baku baik cara berpakaian maupun berpenampilan, akan tetapi ada baiknya pada saat wawancara berlangsung, gunakan pakaian rapih, kemeja berkerah dan lengan panjang/pendek, celana katun warna gelap, serta memakai wewangian yang tidak menyengat, dan bersepatu dan kaos kaki hitam/warna gelap. Jangan lupa rapikan rambut agar terlihat sesuai dengan tubuh Anda.
2. Bersikap sopan dan ramah
Melihat kondisi anak muda sekarang, saya cukup sedih melihat sopan santun dan rasa hormat yang mulai luntur. Oleh karena itu jangan kaget kalo Anda merasa pintar, tapi tidak lulus seleksi wawancara. Bisa jadi karena sikap Anda yang kurang sopan atau tidak bersikap ramah terhadap si pewawancara.
Saat pertama masuk ke ruangan, sapalah pewawancara dan dahulukan berjabat tangan. Kemudian jawablah setiap pertanyaan dengan sopan dan ramah, serta gunakan bahasa Indonesia baku. Hindari debat kusir atau ucapan yang dapat membuat pewawancara tersinggung apabila terjadi perbedaan pendapat dengan pewawancara, lebih baik gunakanlah kalimat “….., itu menurut yang saya ketahui/pahami/kenali. Mohon maaf, mungkin saya salah atau belum mengetahui yang sebenarnya.” Merendahkan diri sedikit, tetapi meninggikan mutu. Sering-seringlah menggunakan kalimat ‘mohon maaf’ apabila ada sesuatu yang belum jelas atau ditengarai dapat menimbulkan perdebatan.
3. Perhatikan mood pewawancara
Pewawancara juga manusia, artinya bisa senang dan juga bisa marah. Oleh karena itu sebelum melangkah lebih jauh, perhatikan dulu mood pewawancara. Kalau sedang dalam keadaan senang, bolehlah kita selingi jawaban kita dengan sedikit bercanda, atau bertanya balik. Sebaliknya kalau lagi bad mood, sebaiknya jawab seperlunya dan hindari bertanya balik.
4. Cara Menjawab Pertanyaan
Jawablah pertanyaan dengan sederhana, singkat, padat, dan jelas, serta menjurus atau fokus kepada jawaban pertanyaan. Tidak perlu bercerita panjang lebar dan menjadi tidak jelas alurnya, sehingga membuat pewawancara menjadi bosan dan tidak tertarik untuk mendengarkan. Berilah penjelasan seperlunya, dengan tetap memperhatikan sopan santun dan tata bahasa yang baku. Hindari penggunaan bahasa prokem atau bahasa gaul sehari-hari, walaupun mungkin pewawancara mencoba memancing Anda dengan bahasa2 tersebut.
5. Datang tampak muka, pulang tampak punggung
berilah salam ketika datang, begitu pula ketika selesai wawancara. Sekali lagi, bersikaplah santun ketika hendak memulai dan mengakhiri wawancara. Jangan bersikap semaunya sendiri, kecuali kalau memang Anda tidak ingin lulus wawancara.
Tips di atas hanyalah sebagai panduan saja, tidak menjamin kelulusan tes wawancara, namun paling tidak dapat membantu menambah nilai yang dapat memuluskan jalan Anda menjadi CPNS. Semoga bermanfaat.
Sumber :http://calonpns.wordpress.com/2007/12/01/tips-wawancara-2-etika-saat-wawancara/
Etika KOmunikasi
Etika Komunikasi Massa
Oleh : Dra. Hj. Dewi Widowati, M.Si.
(Dosen Stikom WJB Serang)
Saat ini bangsa Indonesia sedang menghadapi era teknologi maju, diantaranya melalui media massa televisi, radio, surat kabar, dimana informasi melalui media massa tersebut begitu deras mengalir dan cepat diterima oleh para penonton, pendengar, maupun pembacanya. Kuatnya pengaruh dari kegiatan komunikasi melalui media massa, menyulitkan kita untuk memilah-milah informasi mana yang sebaiknya diserap oleh pengguna media massa tersebut. Dalam hul ini yang paling banyak mendapat sorotan tajam dari masyarakat adalah media massa televisi melalui tayangan-tayangannya.
Seiring kiprah televisi yang semakin luas jangkauannya, serta tumbuhnya stasiun-siusiun TV baru, memungkinkan banyaknya sendi-sendi kehidupan yang berlaku dalam masyarakat seperti norma atau perilaku jadi ikut tergradasi. .Untuk mengantisipasi hal ini, maka dibentuk oleh pemerintah Komisi Penyiaran Indonesia Daerah (KPID) yang mengatur keberadaan TV atau radio publik dengan melihat dari segi isi (content) tayangan termasuk juga tentang frekuensinya, yang mana semua ini diatur dalam Undang-undang nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran.
Masalahnya adalah, apakah media massa khususnya media elektronik dapat memenuhi harapan publiknya dengan isi (content) yang tepat atau cocok dengan lokalitas yang dimiliki daerah atau wilayah di mana media tersebut beroperasi. Sudah tentu untuk itu diperlukan ada-nya etika dalam menjalankan media komunikasi massa, dengan mengutamakan isi pesan yang memuat budaya daerah yang bersangkutan.
Media dan publiknya
Dalam penggolongannya, radio dan televisi masuk dalam media komunikasi massa. Tetapi masing-masing punya sifat penyiaran yang sedikit berbeda. Radio bersifat audio (suara), sedangkan televisi bersifat audio-visual (suara-gambar). Dari segi penampilan, maka jelas di sini televisi punya keunggulan lebih dengan sifat penyiarannya yang audio¬visual itu dibanding dengan radio. Tetapi kekhawatiran akan tergesemya radio, dengan banyak bermunculannya stasiun televisi ternyata tidak perlu terjadi, karena masing-masing media ini dengan waktu siaran dan jenis siarannya mempunyai publiknya sendiri-sendiri.
Orang yang tidak sempat membaca surat kabar, tentu akan menyempatkan din menonton siaran berita di televisi pada malam hari, sambil duduk beristirahat di rumah berkumpul dengan keluarga. Sedangkan bagi mereka yang sedang belajar atau bekerja, agar tidak jenuh tentu lebih memilih ditemani lantunan lagu-lagu dengan selingan obrolan ringan dari para penyiar radio.
Jelas di sini masing-masing media massa tersebut punya publiknya sendiri, yang mana saat mendengar dan menontonnya disesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang dialami oleh publiknya tersebut.
Hal lain yang bisa menunjukkan bahwa radio tidak tergeser oleh televisi adalah mulai menjamumya stasiun-stasiun radio, tidak saja di kota-kota besar tetapi kini sudah sampai ke daerah-daerah. Kalau dulu sta¬siun radio di satu daerah hanya ada sekitar dua stasiun, tetapi kini benar-benar bisa dikatakan “bagai jamur tumbuh di musim hujan”, terlepas dari apakah stasiun tersebut sudah memiliki ijin siaran atau belum.
Seiring dengan banyaknya jumlah stasiun radio dan televisi yang bermunculan, kini timbul pula permasalahan baru yuitu bagaimana dengan isi dari pesan-pesan yang disampaikan oleh media massa tersebut. Apakah layak untuk disiarkan? Mengingat dampak atau pengaruh yang ditimbulkan oleh media massa melalui pe¬san-pesan komunikasinya cukup besar.
Seperti apa yang dikatakan oleh Drs. H. Mafri Amir, M. Ag., bahwa: “dampak komunikasi massa, selain positif juga negatif. Pengelola komuniksi massa dapat dipastikan tidak berniat untuk menyebarkan dampak negatif kepada khalayaknya. Yang diinginkan adalah dampak positif. Apabila terdapat dampak negatif, bisa dikatakan sebagai efek samping. Namun efek samping itu cukup membahayakan sendi-sendi kehidupan masyarakat banyak”.
Secara garis besar fungsi komunikasi massa mcnurut Prof. Onong Uchjana Effendy hanya tiga, yakni: (1) menyiarkan informasi (to inform), (2) mendidik (to educate), (3) merighibur (to entertain). Tetapi ada para ahli yang menambah fungsi selain dari tiga fungsi tersebut, yaitu fungsi mempengaruhi (to influence), fungsi membimbing (to guide), dan fungsi men-geritik (to criticise). Fungsi yang terakhir ini adalah fungsi media massa dalam menjalankan perannya sebagai “social control” atau sebagai “filter”. Bahkan ada yang mengatakan sebagai “pengawas” atau “watchdog”. Hal ini mesti dilakukan demi menegakkan kebenaran dan keadilan.
Tetapi lagi-lagi dari tayangan-tayangan yang ada (khususnya media televisi), ternyata fungsi hiburan dan mempengaruhi lebih mendominasi daripada fungsi yang lainnya. Cobalah kita simak, banyak stasiun-stasiun televisi yang lupa pada jam tayang yang tepat untuk suatu acara tertentu. Acara musik memang bisa ditayangkan kapan saja, tetapi yang scring kita lihat adalah acara musik dengan penyanyi dan penari latar dengan pakaian yang jauh dari kesan sopan. Bahkan, malah sering kita lihat sang penari latar berpenampilan lebih seronok dibanding penyanyinya.
Nah, hal-hal seperti inilah yang membuat cukup banyak orang merasa prihatin. Kalau sudah begini, bukan decak kagum yang terlontar dari mulut kita (walaupun suara penyanyinya bagus), tapi malah mengurut dada sambil keluar ucapan “astaghfirullah”. Ini baru satu jenis acara, belum lagi jenis acara-acara yang lainnya, seperti film cerita, sinetron yang mutunya makin mencemaskan, infotain¬ment yang penuh dengan berita gossip atau bahkan lawakan-lawakan yang sepintas kelihatan lucu tapi banyak pesan pornografi di dalamnya dan rental sensualitas.
Yang lebih parah lagi acara tersebut ditayangkan pada siang dan petang hari bukan malam hari, di mana banyak anak-anak yang menonton televisi justru pada jam tersebut. Semua ini membuat orang berpikir dan bertanya, apakah memang harus demikian bila sebuah stasiun televisi ingin menarik pemirsanya. Tidak adakah cara lain yang lebih menunjukkan rasa tanggungjawab secara moral terhadap akibat yang ditimbulkan dari acara-acara tersebut dalam jangka waktu yang panjang. Apalagi kita semua tahu bahwa salah satu ciri karakteristik dari komunikasi massa adalah penyampaiannya yang serempak. Artinya dalam waktu yang bersainaan secara serentak jutaan orang lerkena terpaan tayangan tersebut, dan sebagian pemirsanya adalah anak-anak. Bisa dibayangkan bagaimana pengaruh terpaan tersebut terhadap mereka.
Etika komunikasi massa
Kalau berbicara tentang etika, yang terbayang oleh kita adalah kata sopan santun. Bila dikaitkan dengan komunikasi massa, maknanya menjadi bagaimana tata cara sopan santun diterapkan dalam penyiaran acara dari media komunikasi massa. Sebenarnya adab sopan santun itu dimiliki oleh semua orang, hanya kadang-kadang hal itu tertutup oleh kepentingan pribadi yang sulit untuk digeser, sehingga yang muncul lebih dominan adalah hal-hal yang lebih bermuatan komersil tanpa mau melihat sisi lainnya.
Seperti dikutip Onong Uchjana Effendy, Mochtar Lubis mengartikan etika (etos) secara luas, yakni dalam maknanya sebagai sistem tata nilai moral, tanggungjawab, dan kewajiban. Jadi etika merupakan suatu perilaku yang mencerminkan i’tikad baik untuk melakukan suatu tugas dengan kesadaran, kebebasan yang dilandasi kemampuan.
Berbicara mengenai media massa, terutama tentang penyiarannya, di dalam Undano-undang No. 32 Tahun 2003 sudah termaktub segala aturan, dari mulai aturan teknis sampai ke aturan isi siaran. Apabila dilihat dari sisi agama Islam selain undang-undang yang dibuat oleh manusia, ternyata ada pedoman yang lebih kuat lagi (sebenamya) yaitu menurut Alquran dan Sunnah Rasul.
Bagi umat Islam, etika yang dijadikan dasar adalah nilai-nilai moral yang terdapat dalam kitab suci Alquran dan Sunnah Rasul. Sebenarnya kalau kita mau jujur, Alquran sebagai wahyu Allah telah memberikan prinsip-prinsip dasar yang melandasi etika komunikasi, termasuk komunikasi massa.
Dalam konteks komunikasi, maka etika yang berlaku harus sesuai dengan norma-norma yang berlaku. Berkomunikasi yang baik menurut norma agama, sudah tentu harus sesuai pula dengan norma agama yang dianut oleh masing-masing individu.
Pada dasarnya semua agama memiliki tujuan yang sama bila berbicara tentang etika. Karena tentu saja tidak ada satu agama pun yang mentolerir, baik itu perlakuan kasar, kata-kata kotor, tindakan yang asusila atau perbuatan apa saja yang membuat orang lain tidak nyaman. Pendek kata agama mengajarkan bagaimana manusia itu dapat meraih kehidupan yang tenang, tentram, dan damai dengan sesamanya.
Dikatakannya, bahwa dalam konteks komunikasi massa, maka berbohong merupakan sifat tercela, karena sangat berbahaya. Kebohongan dalam komunikasi massa akan menyesatkan masyarakatdisebabkan telah menyerap informasi yang salah. Tentu komunikasi seperti ini menyalahi etika komunikasi dan ajaran Islam.
Media massa yang sudah menyam-paikan informasi yang tidak sesuai lagi dengan data dan fakta, atau dengan kata lain sudah menyampaikan informasi yang tidak bisa diterima secara moral oleh pub¬liknya, maka akan sulit lagi untuk meraih kepercayaan dari publiknya. Publik kini sudah lebih kritis dari yang dibayangkan. Contoh konkritnya dalam media massa televisi, orang-orang akan dengan mudah dan bebas memindah-mindahkan saluran televisi melalui “remote” di tangannya, bebas. memilih acara yang disukai.
Kini orang cenderung lebih suka memilih stasiun televisi yang menayangkan film tentang binatang atau tentang ilmu pengetahuan daripada harus menonton acara musik, entah itu musik pop atau dangdut yang penampilannya seronok. Jadi, semestinya para pengelola stasiun televisi bisa lebih peka melihat gejala seperti ini dengan memikirkan lebih serius untuk membuat tayangan yang lebih berbobot, lebih agamis, juga berani untuk merubah paradigma lama yang hanya mengutamakan segi komersil semata.
Bagai gayung bersambut, akhir Desember lalu di Jakarta telah diluncurkan “Kampanye Televisi Sehat (KTS)” yang merupakan kerjasama Yayasan Kesejahteraan Anak Indonesia (YKAI), Komunitas TV Sehat, dan badan PBB yang menangani masalah anak (UNICEF). Dalam pertemuan tersebut KTS mengajak stasiun televisi memperhatikan kualitas programnya dan masyarakat harus menerapkan budaya nonton televisi yang sehat. Menurut B. Guntarto, Kepala Kajian Anak dan Media YKAI (Republika, 30/12-05) menyebutkan kuantitas program televisi untuk anak meningkat seliap tahunnya. Frekuensi penayangannya perminggu, bahkan perhari, juga makin tinggi. Padahal telah diungkapkan dari berbagai literatur bahwa frekuensi menonton anak tidak lebih dari 2 jam perhari.
Sumber :http://dossuwanda.wordpress.com/artikel/etika-komunikasi-massa/